Mengkaji Puisi Dalam Seminar Nasional Literasi (Semitra) VIII "Intelejensia Artifisial Dan Etika Pemanfaatannya Di Lingkungan Akademik"
Mengkaji Puisi Dalam Seminar Nasional Literasi (Semitra)
VIII
"Intelejensia Artifisial Dan Etika Pemanfaatannya Di
Lingkungan Akademik"
Oleh: Nazella Tri Wulandari
“Biru Bukit, Bukit Kelu”
Karya: Taufik Ismail
Adalah hujan dalam kabut yang ungu
Turun sepanjang gunung dan bukit biru
Ketika kota cahaya dan dimana bertemu
Awan putih yang menghinggapi cemaraku.
Adalah kemarau dalam sengangar berdebu
Turun sepanjang gunung dan bukit kelu
Ketika kota tak bicara dan terpaku
Gunung api dan hama di ladang-ladangku.
Lereng-lereng senja
Pernah menyinar merah kesumba
Padang ilalang dan bukit membatu
Tanah airku.
Puisi "Biru Bukit, Bukit Kelu" karya Taufiq Ismail menggambarkan dualitas kehidupan melalui kontras antara keindahan alam dan realita sosial yang pahit. Dalam puisi ini, hujan ungu dan bukit biru melambangkan keindahan, sementara kemarau dan kota yang hening mencerminkan kesedihan dan ketidakpastian. Metafora yang digunakan Ismail yaitu seperti "awan putih yang menghinggapi cemaraku" menunjukkan dampak pencemaran terhadap masyarakat. Secara keseluruhan, puisi ini mengekspresikan rasa cinta terhadap tanah air sekaligus mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi sosial yang ada.
Dokumentasi:
Komentar
Posting Komentar